Gosend Memudahkan Antar Barang

Pantun:
Jarak bukan masalah
Waktu bukan alasan
Walau kita cape dan lelah
Barang bisa sampai tujuan. Walau cuaca kelabu yang penting tidak pada suasana hati dan hari mu, eaa sambil minum dan suara kokok ayam. Dengan Jasa Pengiriman Barang, Semua Jadi Mudah

“Halo Feb, Mama dapat nih kandang murah di pasar burung tapi Mama bingung harus bawa nya gimana karena Mama harus kembali ke rumah sakit untuk periksa dokter”
Itulah Sepenggal percakapan lewat telepon Mpo dan Mama. Saat itu Mpo Cuma bilang “ ya, udah Mama tunggu aja di depan halte Pramuka, nanti ada orang Gojek yang akan antarkan kandang tersebut di rumah”.

Hari ini 27 November 2017 Mpo memesan Gosend kandang dari rumah untuk di bawa ke rumah. Pastinya bertanya tanya dong, kenapa yang pesan itu Mpo sendiri bukan Mama? Hal ini di sebabkan Mama Mpo memakai handphone yang hanya bisa buat sms dan telp. 

Tak beberapa lama kemudian barang itu sampai kerumahdan Mama telp kembali “feb, kandangnya sudah nyampai belum?, Mama masih di rumah sakit Thamrin nih”. Lalu ku jawab “sudah mah, wah bagus banget kandangnya “.

Itulah sedikit cerita di pagi hari yang bikin mamaku tidak percaya bahwa kandang yang Mama beli sudah sampai dirumah. Mpo mau cerita kenapa Mpo membeli kandang? Kandang tersebut buat ayam yang di perlihara kita sekeluarga. 

Awalnya Mpo mempunyai satu ekor ayam bangkok yang kita pelihara sejak kecil , sekarang ayam bangkok sudah agak besar sehingga kandang yang lama tidak cukup. Lalu ada tetanga Mpo yang tinggal di bekasi yang menawarkan sepasang ayam bangkok, Ya sudahlah kebetulan ada rezeki sedikit Mpo membelinya. Selain menanam, memelihara ayam merupakan hoby Mama dan biar Mama tidak suntuk di rumah dengan adanya kegiatan. itulah alasan kenapa Mpo membeli kandang baru.

Jarak antara rumah Mpo dan pasar burung pramuka, tempat membeli kandang memang tidak begitu jauh sehingga Mpo cukup membayar ongkos kirim Rp13.000 . Walaupun jaraknya dekat tapi yang nama nya kandang pastinya akan bingung kalau membawa kandang karena tidak mungkin membawa kandang burung masuk ke rumah sakit. 

Ukuran kandang yang Mpo beli 80X50X60cm, sebenarnya kandang ini bisa di bongkar pasang sehingga di belakang jok saat megirim ke rumah Mpo. 

Mpo mengunakan jasa pengiriman barang memakai Go-send yang ada di applikasi Gojek karena pemudi amanah yang akan mengantarkan barang yang kita inginkan dan abang gojek sudah mempersiapkan tali rapiah untuk mengikat kandang.

Buku Lenny Agustin, Sang Desainer Nyentrik

Pantun:
Baju bukan sekedar dipakai
Baju melambangkan karakter pemiliknya
Tidak hanya sekedar kata-kata yang dirangkai
Bisa melihat sisi kehidupan sang idola
 
Tgl 23 november 2017 jam 02.30, Mpo sudah berada di mall Lippo Kemang, Jakarta Selatan. Wah Mpo sudah nyampe duluan kesana, hal ini karena Mpo baru pertama kali menuju Lippo untuk mengantisipasi kemacetan dan nyasar. 

Walaupun acara yang Mpo tunggu baru mulai jam 4.30 wib, akan tetapi Mpo tidak bête karena di Lippo Kemang sedang di selenggarakan event I Creative Week 2017, dimana Mpo bisa cuci mata, isi perut dengan makanan enak dan isi otak dengan melihat demo make up.

Tidak terasa waktu cepat bergulir, sehingga acara yang Mpo nantikan di mulai yaitu peluncuran buku In Between colors

Dari judul buku nya saja bikin penasaran, apalagi cover buku 3D yang mengambarkan perempuan nyentrik yang mempunyai rambut warna warni. Perempuan tersebut bernama Lenny Agustin, seorang fashion desainer yang mempunyai rancangan baju yang berani tampil beda akan tetapi tetap mengusung tema khas budaya Indonesia. 

Lennyagustin_id membagi waktu dan fokus ke dua dua Nya. Anak anak di ajarkan untuk mandiri. Melarang anak harus pakai Alaskan. Itulah kehidupan pribadi. Buku ini adalah buku kedua. 

Buku ini buat wanita dan pria yang mensupport kegiatan wanita. In Between Colors adalah buku kedua Lenny Agustin, buku ini merupakan sisi lain profile Lenny Agustin. Lenny Agustin ingin membagikan cerita dan menginspirasi banyak orang lewat buku. Ia membuktikan bahwa “Sebagai fashion desainer harus mampu menciptakan trend dan mampu berperan sebagai istri, ibu dari tiga anak, banyak perempuan mengangap bahwa perempuan setelah menikah tidak bisa berbuat apa apa, perempuan belum menikah karena sibuk dengan karirnya”.

Buku In Between Colors di tulis oleh Eko Wustuk , Bapak Eko yang mewancarai tidak hanya Mba Lenny Agustin sebagai narasumber akan tetapi juga suami dan ketiga anaknya sehingga para membaca kehidupan Lenny Agustin termasuk tanggapan sang anak yang mempunyai seorang ibu dengan rambut warna warni seperti lolypop. Menurut Eko Wustuk “Lenny Agustin merupakan sosok yang colorfull yang menjalani dua dunia yang bisa menginspirasi banyak orang”.

Di buku ini juga membahas mimpi, harapan terhadap assosiasi fashion dan fashion di Indonesia kedepan. Lenny Agustin, sebagai fashion desainer senior yang juga mengagumi seorang desainer muda berbakat yang berani tampil beda dalam rancanganya?siapakah sosok tersebut ? baca aja deh, bukunya langsung, In between Colors

kisruh kongres PPWI

Blogger dan mahasiswa duduk bersama di gedung DPD dalam rangka kongres nasional PPWI. 

pantun:
Gedung MPR dan DPR adalah gedung terhormat
Tempat rakyat menyalurkan aspirasi
Setiap tamu yang datang harus di layani dengan baik dan cermat.
Agar segala permasalahan bisa dicarikan solusi.

Demo di Gedung MPR dan DPR

Itulah gambaran gedung MPR dan DPR kita, gedung indah dan megah, yang berada dikawasan Senayan, Jakarta. 

Hari ini Mpo datang ke kongres nasional PPWI yang di selenggarakan di gedung Nusantara Lima, Sebenarnya Mpo tidak tahu apa itu PPWI? , Lalu kenapa Mpo sampai datang kesitu? Begini nih ceritanya, hari itu tepatnya tanggal 11 November 2017, niat awal Mpo untuk datang kesana adalah untuk bikin video apikasi belanja bersama Ovi dan Sifa, sekaligus menghadiri kongres nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI). Mpo daftar ke kongkres lewat what app mba Esti.

Pukul 07.45 Mpo datang bersama Lina, salah satu mahasiwi UNJ, kebetulan kita kenalan di busway. Lalu kita antri untuk absensi dan menandatangi biaya ongkos transport sebesar Rp110.000. Singkat cerita kita mengikuti acara empat pilar kebangsaan dan di perkenalkan perwakilan anggota PPWI dari berbagai daerah. 

Selesai pembahasan tersebut, Mpo dan Sifa keluar ruangan untuk ke toilet sekalian mau ambil snack, kebetulan Mpo dan para blogger sebanyak 15 orang belum kebagian snack sedangkan peserta yang lain sudah. Blogger dan mahasiswa duduk bersama di gedung DPD dalam rangka kongres nasional PPWI. Pas sampai di luar, banyak orang yang marah marah yang tidak mendapatkan snack. Beruntungnya Mpo dan teman blogger mendapatkan kupon makan siang. Nampaknya kisruh mulai terjadi karena ada beberapa orang yang tidak mendapatkan kupon. Waktu jam makan siang, Nasi box kami ambil dengan cara berebutan. Oh NO, desak desakan hanya sebuah nasi box, lalu apa gunanya kami di beri kupon makan?.

Nasi Box yang tersedia juga sedikit dibandingkan peserta yang datang, akhirnya kami disuruh masuk gedung. Sambil menunggu pesanan nasi box untuk para peserta yang belum datang, kami di beri pengarahan bahaya narkoba dari pihak BNN. Dari awal kita selalu di pingpong oleh panita yang selalu bilang, “nanti dibagikan di dalam, sedangkan di luar dibagikan sehingga terjadinya kericuhan”. Kericuhan mulai dari pembagian snack, makan siang sampai goodie bag yang berisikan tas dan buku empat pilar kebangsaan.

Sampai akhirnya kita yang hadir membentuk panitia dimana peserta yang hadir plus berprofesi sebagai advokat untuk mempermasalahkan masalah ini ke jalur hukum dan meminta panitia untuk transparasi keuangan, karena kami menandatangi menerima uang transport Rp110.000 akan tetapi uang tersebut tidak kami terima.

Akhirnya Bapak Wilson sebagai ketua 2 scering commite PPWI memberikan penjelasan keuangan PPWI “kami tidak punya uang, anggota kami tidak di kenakan iuran bulanan, itulah laporan sesungguhnya”. Menurut panitia scering commite PPWI mendapatkan dana dari MPR untuk 500 orang @Rp110.000 dan sudah di pergunakan untuk biaya spanduk, makan peserta dll sehingga sisa uang dua puluh juta lebih. Sisa uang tersebut jika di bagi seluruh peserta yang hadir hanya mendapatkan uang Rp61.000 perorang.

Semakin malam semakin panas, karena kita menuntut uang yang telah kita mendatangi sebesar Rp110.000 atau kita mendatangi ulang sebesar Rp61.000 untuk laporan ke MPR dan merobek tandatangan yang tadi pagi kami tanda tangani. Dengan argumentasi sangat sengit sampai malam dan akhirnya panitia memberikan juga uang Rp110.000 hanya untuk peserta yang masih bertahan di gedung Nusantara Lima.

Ini adalah pengalaman yang tidak terlupakan karena di gedung yang terhormat, jelas jelas kita melihat nyata ketidak adilan. Jika panitia mempersiapkan kongres dengan baik, terencana dan tidak hanya mengandalkan uang dari MPR untuk mengadakan kongres , pastinya kongkres ini berjalan dengan lancar.

Peristiwa ini bisa jadi pelajaran bagi kita semua yang membacanya, oh ya kamu tahu gak sih PPWI? kamu pernah masuk gedung MPR DPR? Cerita dong di kolom komentar